Senin, 18 Mei 2009

PUASA DAN KIAT MEMILIH PEMIMPIN

Diantara hikmah terpenting dari syari’at puasa di bulan Ramadhan adalah mengasah nurani dan kata hati agar sanggup melihat apa yang tersembunyi di balik fenomena yang nampak di permukaan. Kepekaan terhadap apa yang dirasakan oleh orang lain, tidak hanya melulu kepekaan terhadap penderitaan mereka secara materi, tetapi berbagai kekurangan lain yang dirasakan oleh siapa saja yang hidup dalam kondisi minus, marjinal, dan terabaikan secara social. Kepekaan seperti itu diharapkan tidak berhenti sampai di sana, tetapi terus menukik kepada ketajaman intuisi untuk melihat apa yang baik, dan apa yang tidak baik di masa datang.

Diantara persoalan masa datang yang perlu dicermati dengan kepekaan seperti disebut di atas adalah kecermatan kita dalam menentukan pilihan terhadap calon pemimpin. Di sinilah, agaknya, apa yang dikatakan oleh Hasan al-Bishri, salah seorang sufi terbesar dalam sejarah Islam. Ahli hikmah ini berpesan kepada anaknya. “wahai anakku ! Seandainya Engkau memilih akar untuk tempatmu bergantung, pilihlah akar yang menjalar ke tanah, karena ia akan terus hidup dan berkembang, dan jangan Engkau pilih akar yang menjulang ke atas, karena ia akan terputus, dan tidak akan kuat diterpa angin. Ia hanya pandai melenggak lenggok menebar pesona, tetapi setelah dijadikan tempat bergantung ia akan runtuh ke bumi, dan Engkau pun tersungkur berlumur debu penuh penyesalan.”

Walaupun tamsil ahli hikmah di atas begitu ringkas, tetapi memiliki makna yang dalam untuk diresapi sebagai sebuah ajaran kehidupan bermasyarakat. Karena sebagai seorang yang akan dijadikan tempat bergantung dan berlindung secara mondial, pemimpin adalah akar tempat bergayut. Bergayutlah dengan akar yang mengakar, dan jangan bergayut kepada akar yang hanya tergantung tapi tidak punya pijakan di bumi. Secara sosiologis, pepimpin yang akan dipilih adalah pemimpin yang hatinya ada di rakyat, dan hati rakyat juga ada di hatinya. Secara materi, fondasi ekonominya kuat, sehingga jabatan bukan untuk mencari makan, tetapi untuk pengabdian. Secara reliji, imannya kuat, sehingga jabatan dimaknai ujian, dan bukan kesempatan. Secara moral, akhlaknya baik, sehingga jabatan menjadi cermin bagi rakyat untuk mengaca diri. Secara visi, pandangannya jauh ke depan, sehingga jabatan tidak untuk kenikmatan, tetapi untuk kemaslahatan dan kebahagiaan. Secara budi, jiwanya halus, sehingga jabatan berjalan dalam kearifan, dan bukan dengan kebebalan, tahu bertanggangrasa, pandai membalas budi, mau diberi nasehat. Secara akali ilmunya dalam, sehingga jabatan berjalan tepat sasaran dan tidak asal-asalan, tahu mana yang harus dikerjakan dan mana yang harus ditinggalkan. Secara jasadi badannya kuat dan jiwanya sehat, sehingga jabatan untuk melindungi dan bukan dilindungi, jabatan untuk menuntun dan bukan untuk dituntun. Ia tetap berjiwa besar, walau kecaman silih berganti. Tidak pernah cengeng walau sering dicuai. Tidak mau mencaci, walau sering kena caci. Sabar hiasan dirinya, tegar kekuatan jiwanya, rendah hati senjata batinnya, dan takwa kepada Allah denyut nadi semua kebijakannya.

Persoalan kita hari ini adalah betapa sulitnya mencari calon pemimpin seperti itu, walau betapa rindunya rakyat untuk menemukannya di tengah bangsa kita yang masih sakit ini.

Memang, pemimpin adalah representasi dari masyarakatnya. Ia adalah cerminan masyarakat di mana ia dipilih menjadi pemimpinnya. Tetapi, pemimpin adalah juga pembentuk prilaku masyarakatnya. Ia adalah acuan, sehingga prilaku yang ditampilkan menjadi ramuan budaya bagi rakyatnya (cultural builder). Maka, rakyat menjadi penentu siapa atau seperti apa pemimpinnya, dan pemimpin pun akan jadi penentu menjadi apa atau seperti apa rakyat yang ia pimpin. Tetapi, walau bagaimanapun, semua berawal dari bawah, dan yang dari bawah itu adalah masyarakat banyak yang menjadi akar dari sebuah kepemimpinan. Oleh sebab itu, criteria seperti diungkap di atas agaknya akan menjadi renungan sebelum menjatuhkan pilihan. Bila semua criteria dijumpai ada pada diri seorang calon, maka calon itulah yang pantas untuk dipilih. Tetapi bila tidak satu pun calon yang memenuhi semua criteria tersbut, maka pilihlah siapa yang pada dirinya terdapat lebih banyak criteria itu dibanding yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar